Terimalah seadanya...inilah yg mampu disumbangkan

Isnin, 16 Mei 2011

Hanya Segenggam Garam

Al-Kisah dahulu hiduplah seorang ulamak yang terkenal kebijaksanaannya. Pada suatu hari ia dikunjungi oleh seorang pemuda yang kusut masai rambutnya. langkahnya lemah tak bermaya. Ia seakan-akan menghadapi tekanan hidup yang begitu berat.

Tanpa membuang waktu, dia mengungkapkan keresahan dan kekecewaannya : impiannya gagal, karier, cinta, dan hidupnya tak pernah berakhir dengan kebahagiaan.

Sang Guru mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia kacau sehingga garam itu menjadi cair.

" Cuba minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Sang ulamak. "Masin paahit sungguh air ini, sambil meludah ke tanah berkali-kali.

Sang Ulamak hanya tersenyum. Ia lalu mengajak pemuda itu berjalan ke tepi telaga di hutan berhampiran tenpat kediamannya. Sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Sang Ulaamak lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sebilah kayu, dikaacvaunya air telaga, Setelah selesai lalu ia berkata kpd pemuda itu.

"Cuba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah." Saat pemuda itu selesai meneguk air telaga, Sang Ulamak bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar," sahut pemuda itu. "Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Sang Ulamak

"Tidak," jawab si anak muda.

Sang Guru menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk bersimpuh di tepi telaga.
"Anak muda, dengarlah. Pahit masinya kehidupan seumpama segenggam garam. Jumlah dan rasa pahit masin itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.Tetapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat bergantung dari wadah atau tempat yang kita pakai. Kepahitan itu, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kita merasakan kepahitan atau kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kita lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.
"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Batinmu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah hatimu seluas telaga yang mampu meredam setiap kepahitan.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan